Terdapat kepercayan, bahwa keris mempunyai tuah. Bahkan dikisahkan dapat berubah wujud menjadi makhluk yang mengerikan. Atau dapat pula berubah menjadi seekor naga yang sangat besar dan mengerikan.
Sang empu dalam mempersiapkan diri untuk menciptakan sebilah keris pusaka, pastilah dimulai dengan laku batiniah, baik empu yang memimpin pekerjaan itu, maupun para pembantunya. Mereka berpuasa, ngebleng, bahkan pati geni. Baru setelah itu mempersiapkan tempat untuk bekerja yang dinamakan besalen. Dibersihkan dahulu tempat itu, bak tempat air untuk menyepuh dibersihkan pula, dan ditaburi bunga setaman dan sesaji-sesaji tertentu menurut keperluan.
Dalam suasana yang sakral, sang empu memulai pekerjaannya, memasukkan daya sugesti pada bakalan keris yang masih berwujud kadokan besi, baja, dan pamor.
Tempaan demi tempaan terus menerus diisi dengan daya sugesti, tidak ada pikiran yang lain kecuali memfokuskan kehendak sang empu akan terciptanya suatu daya magis pada bilahan keris yang sedang dibabar itu. Maka untuk keperluan manunggalnya daya itu, baik empu maupun para pembantunya sudah bermufakat tentang misi apa yang akan dibawakan terhadap keris yang akan terlahir nanti.
Kalau sampai terbesit pikiran yang lain berarti gagallah misi utama dalam penciptaan keris pusaka itu. Maka akan dipersiapkan dengan penciptaan keris berikutnya, dengan harapan keris yang kedua itu akan benar-benar pas dengan harapan pihak yang memesannya.
Tidaklah mengherankan, kalau sering terdapat banyak sekali bilahan-bilahan keris yang berdapur sama, padahal menurut penelitian tangguhnya juga sama, dibuat oleh empu yang sama, bahan-bahannya pun juga sama. Karena itu seorang empu jarang bisa menyelesaikan pembuatan sebilah keris pesanan dalam sekali jadi. Tapi bisa dua, tiga, bahkan sampai beberapa kali baru dapat tercipta keris yang pas seperti permintaan si pemesan.
Daya magis yang menyelimuti bilahan keris, mempunyai misi tersendiri dalam kehidupan pemilik puasa itu. Daya magis itu terdapat pada besinya secara alami, dapat berasal dari pamor menurut motifnya, dan bisa juga terdapat pada motif kerisnya atau dapur kerisnya, dan yang terpenting adalah daya magis yang diciptakan oleh empu penciptanya.
Karena empu penciptanyalah yang merangkum seluruh daya pada bilahan keris itu menjadi satu tujuan, yakni tercapainya apa yang dikehendaki bagi pemilik keris itu atas ridho Tuhan.
Konon, ada orang yang pandai mengambil daya magis dari bilahan keris. Hal itu dapat terjadi, tetapi hanya mengambil daya sugesti yang dilekatkan oleh empu pencipta keris itu. Sedangkan daya magis aslinya dari bahan-bahan keris itu tidak dapat disedot oleh siapapun karena bersifat abadi.
Walaupun bnetuknya sudah sangat rusak, asal masih terdiri atas unsur besi, baja, dan pamor, daya magis keris pusaka tidak akan hilang. Namun kekuatannya telah berkurang, karena berat unsur-unsurnya mungkin sudah tidak seimbang lagi karena termakan aus. Mungkin pada bajanya, besinya, atau mungkin juga pada pamornya. Ketidakseimbangan itu berpengaruh pula pada kadar daya magis yang dipancarkannya.
Untuk menghindari hal-hal yang mungkin bersifat merugikan bagi daya magis pribadi pemiliknya, maka hindarilah memelihara keris pusaka yang sudah cacat tersebut.
Daya magis pribadi pada setiap orang terbawa sejak terlahir dari rahim ibu. Daya magis itu adalah anugerah ilahi, sehingga seseorang sebenarnya selalu ada ketergantungan kepada Tuhan semenjak masih berupa janin dalam kandungan ibunya, hingga proses kelahiran, bahkan ketika menjalani masa hidup di alam dunia, sampai nanti setelah kembali kepada Sang Pencipta.
Daya magis pribadi itu adalah bekal utama, yang disebut sebagai pancaindra dan ditambah satu indra lagi yang lazim dinamakan indera keenam. Indra keenam ini dapat berupa feeling, ilham, atau kemampuan penginderaan paranormal, halunasi supranormal, atau penginderaan masa lalu dan masa datang, juga kejeniusan.
Diambil dari: Keris (Dahara Prize, 1997), Ki K.H.R.T Hudoyo Doyodipuro, Occ
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :