Daun Lontar Sebagai Alat Komunikasi Masa Lampau

Lontar atau daun lontar adalah media penulisan naskah jaman dulu. Istilah lontar ini berasal dari Bahasa Jawa. Ada kata ‘ron’ yang berarti daun dan ‘tal’ yang berarti pohon siwalan (Borassus flabellifer atau palmyra).


Agar dapat dijadikan sarana menulis, daun lontar terlebih dulu dikeringkan. Namun saat ini sendiri lontar tidak sekedar dipakai sebagai media tulisan, tetapi juga bahan kerajinan.

Cara Mengolah Daun Lontar

Masyarakat Jawa bukan satu-satunya yang menggunakan daun siwalan untuk menulis manuskrip. Bahan ini banyak dipakai di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia sendiri, naskah lontar ditemukan juga di Sunda, Bali, Madura, Lombok dan Sulawesi Selatan.

daun-lontar-sebagai-alat-komunikasi

Contoh Naskah Daun Lontar

Untuk mengolah atau mengeringkan daun siwalan menjadi lontar, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Terlebih dulu daun siwalan dipetik dari pohon. Biasanya pemetikan dilakukan sekitar Maret-April atau September-Oktober, karena pada masa ini daun-daun tal sudah cukup tua.
  2. Daun siwalan dipotong secara kasar dan dijemur di bawah matahari sampai berubah warna dari hijau menjadi kekuningan
  3. Kemudian daun direndam dalam air mengalir selama beberapa hari. Setelah itu digosok bersih dengan serabut kelapa
  4. Daun kemudian dijemur kembali, sudah dalam bentuk terpotong lebih rapi dan lidinya dibuangi
  5. Setelah kering, daun direbus dalam kuali dan dicampur ramuan khusus untuk membersihkan daun dari sisa-sisa kotoran dan menjaga agar struktur daunnya tetap bagus
  6. Lama merebus sekitar delapan jam. Kemudian daun diangkat dan dijemur kembali di atas tanah. Sorenya, daun-daun diangkat. Bagian tanah di bawah daun dibasahi dengan air, lalu daun ditaruh kembali. Tujuannya adalah agar daun menjadi lembab dan lurus.
  7. Keesokan harinya, daun sudah bisa diambil dan dibersihkan dengan lap.
  8. Daun lontar kemudian ditumpuk dan dipres dengan penjepit kayu berukuran besar. Lama pengepresan sekitar enam bulan, namun setiap dua minggu harus diangkat dan dibersihkan.
  9. Daun kemudian dipotong kembali sesuai ukuran yang dibutuhkan. Lalu dilubangi sejumlah tiga lubang di bagian ujung kiri, tengah dan ujung kanan. Jarak lubang tengah ke ujung kiri harus lebih pendek dari ujung kanan, sebagai penanda ketika daun tersebut hendak ditulisi.
  10. Lontar siap digunakan.

Cara Penulisan Daun Lontar:

  1. Lontar terlebih dulu digaris-garis agar penulisan tidak miring. Caranya, tali-tali kecil direntangkan pada dua buah paku bambu, lembaran lontar diletakkan di bawahnya. Tali ini diberi tinta dan ditarik. Tali yang direntangkan tadi akan mental dan mencipratkan tinta ke lembaran lontar. Begitulah cara membentuk garis-garisnya.
  2. Untuk menulis di atas lontar, digunakan pisau tulis yang disebut pengropak atau peso pangot. Lontar ditulisi dengan cara diukir.
  3. Setelah proses penulisan selesai, lembaran harus dihitamkan dengan menggunakan bakaran kemiri yang mengeluarkan minyak. Kemiri ini diusapkan pada lembaran hingga bekas ukiran aksaranya tercetak hitam karena jelaga kemiri. Minyak kemiri ini sekaligus menghilangkan garis-garis tinta yang dijadikan patokan penulisan.
  4. Lembaran lontar kemudian dibersihkan dengan lap dan sesekali diolesi minyak sereh agar bersih serta bebas dari mangsa serangga.
  5. Terakhir, lontar disatukan dengan tali melalui lubang tengah dan diapit. Atau kadang, lontar disimpan dalam sebuah peti kecil.

Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :

Atau Hubungi Admin Mas Wahyu dibawah ini :

Bacaan Paling Dicari: