Berdasarkan penuturan Babad Tanah Jawi, tertulis bahwa raja-raja Jawa adalah keturunan langsung Nabi Adam dari Batara Brahma. Dalam silsilah raja-raja Tanah Jawa, Jayabaya (salah satu keturunan Batara Wisnu) adalah yang kemudian menurunkan raja-raja Jawa berikutnya.
Dalam tradisi Jawa, nama besar Jayabaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa. Sehingga, namanya muncul dalam kesusastraan Jawa jaman Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. Contoh naskah yang menyinggung tentang Jayabaya adalah Babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa.
Dikisahkan bahwa Jayabaya adalah titisan Wisnu. Negaranya bernama Widarba yang beribukota di Mamenang. Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra Parikesit, putra Abimanyu, putra Arjuna dari keluarga Pandawa.
Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara. Lahir darinya Jaya Amijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Desa Sasanti. Jaya Amijaya menurunkan raja-raja Tanah Jawa, bahkan sampai Majapahit dan Mataram Islam. Sedangkan, Pramesti menikah dengan Astradama, Raja Yawastina, yang melahirkan Anglingdharma, raja tersohor dari Malawapati. Dengan demikian, Anglingdharma merupakan keturunan ketujuh dari Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Hal ini dapat dimaklumi karena menurut tradisi Jawa, kisah Mahabharata dianggap benar-benar terjadi di Pulau Jawa.
Jayabaya turun tahta pada usia tua. Ia dikisahkan moksa di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat petilasannya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat, dan masih ramai dikunjungi sampai sekarang. Prabu Jayabaya adalah tokoh yang identic dengan ramalan masa depan Nusantara. Terdapat beberapa naskah yang berisi ramalan Jayabaya, antara lain Serat Jayabaya Musasar, Serat Pranitiwakya, dan lain sebagainya.
Dikisahkan dalam Serat Jayabaya Musasar, pada suatu hari, Jayabaya berguru pada seorang ulama bernama Maolana Ngali Samsujen. Dari ulama tersebut, Jayabaya mendapat gambaran tentang keadaan Pulau Jawa sejak jaman diisi oleh Aji Saka sampai datangnya hari kiamat.
Dari nama guru Jayabaya tersebut, dapat diketahui bahwa naskah serat tersebut ditulis pada aman berkembangnya Islam di Pulau Jawa. Tidak diketahui dengan pasti siapa penulis ramalan-ramalan Jayabaya. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat saat itu untuk mematuhi ucapan tokoh besar. Maka, si penulis naskah pun mengatakan bahwa ramalannya adalah ucapan langsung Prabu Jayabaya, seorang raja besar dari Kediri.
Tokoh pujangga besar yang juga ahli ramalan dari Surakarta bernama Ranggawarsita sering disebut sebagai penulis naskah-naskah ramalan Jayabaya. Akan tetapi, Ranggawarsita biasa menyisipkan namanya dalam naskah-naskah tulisannya, sedangkan naskah-naskah ramalan Jayabaya pada umumnya bersifat anonim.
Diambil dengan perubahan dari: Abimanyu, Soedjipto. 2014. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Laksana.
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :