Dalam adat masyarakat Jawa, ada tradisi buang anak. Anak atau bayi yang mesti dibuang, adalah yang memiliki weton sama dengan orang tuanya. Alasannya, adalah karena dikhawatirkan anak tersebut akan mengalami nasib yang kurang baik.
Apa itu Tradisi Buang Anak?
Bila kita dengarkan sepintas lalu, namanya membuang anak atau membuang bayi, jelas merupakan tindakan yang sangat tidak manusiawi. Karena bahkan seekor binatang saja tidak pernah membuang anaknya sendiri.
Sudah begitu, yang namanya membuang bayi itu jelas melanggar hukum. Meskipun sekali dua kali, kita memang menyaksikan berita semacam ini melintas di televisi. Ada bayi ditemukan terbuang. Atau ada orang tua yang sengaja membuang anaknya.
Biasanya karena orang tua sang anak belum siap untuk bertanggung jawab, tidak terikat pernikahan, takut menanggung malu, atau perpaduan dari semua alasan tersebut.
Tetapi sebenarnya, masyarakat Jawa memiliki tradisi buang anak. Namun bukan dalam konteks dan pengertian yang biasanya kita dengarkan dari kanal berita kriminal.
Bagi Anda yang lahir dan dibesarkan di lingkungan tradisional Jawa, mungkin sudah pernah dengar soal ini. Mungkin juga belum. Karena memang jarang terjadi, dan semakin hari semakin jarang dilakoni.
Masyarakat Jawa percaya, bahwa bila seorang anak terlahir dengan weton atau hari kelahiran yang sama dengan orang tuanya, entah itu ayah atau ibu, maka akan membawa nasib buruk atau bahkan mengalami petaka.
Contoh, ada seorang anak yang terlahir pada hari Selasa Pahing. Sementara ibunya, juga lahir dengan weton Selasa Pahing. Maka si anak ini sebaiknya dibuang, untuk menghilangkan sengkala atau nasib buruk tersebut.
Membuangnya, tentu saja bukan dengan cara dilemparkan ke sungai. Atau ditinggalkan di tempat sampah. Tradisi buang bayi ini berfungsi untuk memutus nasib buruknya saja, sebagai syarat agar keluarga terhindar dari bencana. Dengan kata lain, proses pembuangan bayinya ini hanya dilakukan secara simbolik.
Bagaimana Cara Membuang Bayi dalam Tradisi Buang Anak?
Terlebih dulu, harus sudah ada kesepakatan antara pihak keluarga. Karena setelah dibuang, maka dibuat seakan-akan anak ini ditemukan oleh orang. Biasanya, yang paling sering diminta untuk pura-pura menemukan anak ini adalah neneknya, bila sang nenek masih ada.
Cara membuang bayinya adalah dengan meletakkan sang anak di dalam ekrak. Bagi Anda yang belum tahu ekrak itu apa, ekrak adalah pengki atau serokan sampah yang terbuat dari anyaman bambu.
Bocah ini kemudian ditinggalkan di suatu tempat yang tentunya sudah disepakati. Ditinggal pergi sebentar. Kemudian sang nenek pura-pura melintas, melihat ada anak dibuang, dan kemudian lekas memungut sang bayi, sambil mengatakan bahwa ia mengambil bayi tersebut sebagai anaknya sendiri.
Dipercaya, bahwa jika bayi yang wetonnya sama dengan orang tuanya ini tidak dibuang, maka akan mendatangkan nasib buruk. Entah bagi keluarga, atau bagi si jabang bayi yang bersangkutan. Ada juga yang menyatakan bahwa jika tidak dibuang, maka akan menjadikan tidak rukun, antara si anak dengan orang tuanya, kelak setelah anak ini dewasa.
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :