Sedulur papat lima pancer, kakang kawah adi ari-ari. Istilah ini konon bersumber dari Sunan Kalijaga, yang tertulis dalam Suluk Kidung Kawedar (atau Kidung Sarira Ayu), bait 41-42.
Secara bahasa, ‘sedulur papat lima pancer’ memiliki arti ‘empat bersaudara, kelimanya pancer.’
Apa Itu Sedulur Papat Lima Pancer?
Karena sumbernya berupa tembang tamsil, maka tidak mudah untuk menguraikan makna kalimat ini. Sebab uraiannya pendek-pendek dan penuh perumpamaan. Ditulisnya pun dalam bahasa peralihan dari Jawa Kuno ke Jawa Madya. Sehingga tidak sama dengan Bahasa Jawa yang kita kenal saat ini.
Namun secara kejawen, dapat ditafsirkan bahwa sedulur papat lima pancer memiliki uraian sebagai berikut:
- Kakang Kawah (saudara tua kawah), adalah dia yang keluar dari rahim ibu sebelum jabang bayi. Diibaratkan terletak di timur dan berwarna putih. Kakang Kawah tidak lain adalah air ketuban yang membantu lahirnya bayi ke dunia. Karena ia keluar lebih dulu, maka masyarakat Jawa menganggapnya sebagai saudara tua.
- Adi Ari-Ari (adik ari-ari), adalah dia yang keluar dari rahim ibu setelah jabang bayi. Diibaratkan terletak di barat dan berwarna kuning. Karena lahir setelah si bayi, maka masyarakat Jawa menganggapnya sebagai adik.
- Getih (darah), adalah darah yang keluar sewaktu ibu melahirkan. Diibaratkan terletak di selatan dan berwarna merah. Darah ini tidak hanya dianggap sebagai pelindung, tetapi juga sumber zat selama bayi ada dalam kandungan.
- Puser (pusar), adalah tali pusar yang dipotong setelah bayi lahir. Diibaratkan terletak di utara dan berwarna hitam. Pusar adalah penghubung antara ibu dan anak. Lewat pusar inilah nutrisi dapat diterima jabang bayi, serta memungkinkan sang bayi untuk bernapas.
- Pancer, adalah si jabang bayi yang dilahirkan.
Masyarakat Jawa meyakini bahwa seorang anak tidak terlahir sendirian. Ia dijaga dan dikawal oleh keempat saudaranya, yaitu kakang kawah, adi ari-ari, getih dan puser. Sehingga ketika bayi ini lahir, keempat saudaranya itupun dikuburkan dengan baik, diberi kurungan dan penerangan selama berhari-hari.
Secara spiritual, diyakini bahwa empat saudara itulah yang akan membimbing sang jabang bayi sepanjang hidupnya. Sehingga tidak sedikit orang sengaja bertirakat khusus agar dapat menemui keempat saudara tersebut, yang dipercaya menjaga dirinya dari empat penjuru mata angin.
Seiring dengan masuknya pengaruh Islam, maka keempat saudara yang mengawal jabang bayi ini pun kemudian ditafsirkan berdasarkan pemahaman hikmah. Sehingga menjadi empat hawa nafsu yang perlu dikendalikan dalam diri manusia.
Keempat hawa nafsu ini adalah:
- Nafsu supiyah (keindahan), merupakan nafsu yang terkait kesenangan hidup. Ia bersifat menyesatkan, contohnya adalah wanita atau asmara. Sehingga manusia yang terbenam dalam birahi diibaratkan dapat membakar dunia.
- Nafsu amarah (emosi), merupakan nafsu yang mengarahkan pada perilaku keji. Selalu ingin menang sendiri, dan bertengkar karena tak lagi punya kesabaran.
- Nafsu aluamah (keserakahan), merupakan nafsu yang telah mengenal baik dan buruk. Bila sudah tidak terkendali, nafsu ini menjadikan manusia selalu ingin hidup makmur dengan cara apapun.
- Nafsu mutmainah (keutamaan), merupakan nafsu yang telah dikendalikan oleh iman. Sehingga pemiliknya berjiwa tenang dan bijaksana, tetapi tetap perlu dikendalikan. Contohnya, bersedekah adalah hal baik. Tetapi bila terlalu banyak sedekah hingga diri sendiri kekurangan, maka tidak lagi dapat dikatakan baik.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa keempat saudara (sedulur papat) tersebut merupakan pembimbing bila dilihat dari ajaran kejawen. Sedangkan bila dilihat dari pemahaman ilmu hikmah, maka keempatnya merupakan nafsu (baik dan buruk) yang perlu dikendalikan dalam hidup.
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :