Penggemar benda pusaka pasti kenal tombak Kyai Pleret. Tombak inilah, yang konon digunakan Danang Sutawijaya ketika mengalahkan Arya Penangsang.
Bahkan sampai hari ini, masih banyak orang yang memburunya. Padahal sudah jelas tombak ini merupakan warisan leluhur, sehingga perlu diamankan oleh pihak Keraton Yogyakarta.
Mengenal Tombak Kyai Pleret
Sebenarnya, sejarah tidak menuliskan bahwa Arya Penangsang tewas tertusuk tombak. Ia dipercaya meninggal karena kerisnya sendiri, yakni Keris Setan Kober. Sang Adipati Jipang memang tertusuk hingga ususnya terburai. Tapi dalam keadaan demikian ia tetap bertahan, dengan mengalungkan ususnya tersebut pada warangka keris. Nahasnya, ketika keris ia cabut dari warangka, ususnya putus dan tewaslah Arya Penangsang.
Sampai sekarang pun, pengantin pria Jawa masih mengenang kegagahan sang adipati. Rangkaian bunga sengaja disematkan di pinggang, ibarat Arya Penangsang yang dulu tetap bertarung hingga tetes darah penghabisan.
Tetapi jika benar Arya Penangsang mati oleh kerisnya sendiri, kenapa kemudian Tombak Kyai Pleret tetap saja terkenal sakti?
Berdasarkan kepercayaan masyarakat Jawa, mata tombak ini berasal dari alat kelamin seorang wali, yakni Syekh Maulana Maghribi. Konon dulu ia dituntut menikahi Dewi Rasawulan, adik Sunan Kalijaga.
Boleh percaya boleh tidak, tapi demikianlah cerita yang beredar. Masyarakat percaya bahwa ketika itu Syekh Maulana sedang bertapa kalong di sebuah pohon, tak jauh dari danau kecil yang dinamai Sendang Beji. Tapa kalong artinya menggantung diri dalam keadaan terbalik, ibaratnya seekor kalong (kelelawar).
Tanpa menyadari keberadaan Syekh Maulana, Dewi Rasawulan mandi di sana. Sedangkan si pelaku tapa yang melihat Dewi Rasawulan konon tidak dapat menahan syahwat, sehingga air mani pun terjatuh ke Sendang Beji dan menghamili sang dewi.
Sekali lagi, Anda boleh percaya boleh tidak.
Tombak Kyai Pleret dan Tewasnya Arya Penangsang
Seperti apapun asal usulnya, prestasi terbesar Tombak Kyai Pleret tetaplah di tangan Danang Sutawijaya. Atas tewasnya Arya Penangsang, ia pun dihadiahi Tanah Pati dan Alas Mentaok. Hadiah dari Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) ini dibagi antara Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi, dan Ki Juru Mertani sebagai pemenang sayembara.
Ironisnya, Danang Sutawijaya inilah yang kelak menjatuhkan Jaka Tingkir. Ia membangun Kesultanan Mataram yang pada akhirnya menyingkirkan kekuasaan Pajang.
Bisa jadi juga, memang Tombak Kyai Pleret inilah yang sesungguhnya membunuh Arya Penangsang. Sehingga Jaka Tingkir bisa naik tahta sebagai sultan. Cerita tentang usus terburai yang melilit warangka mungkin saja sekedar kepandaian si pencerita. Agar ia tidak perlu dicap sebagai orang yang membunuh cucu Raden Patah. Agar ia bisa mengatakan seolah Arya Penangsang mati oleh kerisnya sendiri, bukan oleh tombak yang ditusukkannya.
Atau mungkin salah Arya Penangsang sendiri, yang berpikir ia akan bertarung secara adil di pinggir Bengawan Sore. Karena kenyataannya Danang Sutawijaya tidak datang sendiri, dan ia menang karena siasat. Dengan sengaja ditungganginya kuda betina yang kelaminnya telah dicukur, sehingga kuda jantan tunggangan Arya Penangsang menjadi birahi dan tidak terkendali.
Lalu Tombak Kyai Pleret pun dihujamkannya.
Pertanyaannya sekarang, kenapa Jaka Tingkir harus menggelar sayembara? Kenapa bukan ia sendiri yang maju menantang Arya Penangsang? Benarkah ia segan karena Arya Penangsang lebih tua secara silsilah, meskipun lebih muda secara umur? Atau karena Jaka Tingkir sadar, bahwa pertarungan tersebut tidak mungkin bisa ia menangkan?
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :