Wayang beber merupakan salah satu jenis wayang nusantara yang masih bertahan. Meskipun memang, keberadaannya sudah di ambang kepunahan.
Apa Itu Wayang Beber?
Paling tidak, di Nusantara ada sekitar delapan puluh jenis wayang. Tetapi banyak diantara jenis-jenis wayang tersebut yang sudah punah alias tidak terselamatkan. Salah satu yang paling tua dan mampu bertahan adalah wayang beber.
Penamaan ‘beber’ ini berasal dari kata ‘ambeber’ yang dalam Bahasa Jawa artinya membentangkan. Dalam pertunjukan wayang ini, dalang membentangkan gulungan kertas atau kain yang bergambar sesuai lakon cerita.
Lebar kain atau kertas tersebut antara 50 hingga 70 centimeter. Sedangkan panjangnya antara 360-400 centimeter. Ada empat adegan yang termuat dalam setiap gulungan. Umumnya, untuk mementaskan satu lakon dibutuhkan empat sampai lima gulungan.
Pementasan ini sendiri diiringi dengan tabuhan kendang, rebab, kenong, gong, kethuk raras jangga dan kempul raras lima.
Cerita Wayang Beber
Awalnya, lakon wayang beber terbatas pada kisah Mahabharata dan Ramayana. Waktu itu gambarnya masih hitam putih, belum berwarna. Gambar ini baru mulai diberi warna seiring perkembangan jaman.
Kemudian lakon atau cerita yang dibeberkan beralih pada cerita Panji. Lakon ini menuturkan tentang perjalanan Raden Panji Inu Kertapati alias Panji Asmarabangun dalam mencari kekasihnya, Dewi Sekartaji atau Dewi Galuh Candrakirana. Pada jaman Majapahit, lakon ini sangat populer. Tetapi pamornya menurun sejak memasuki masa kekuasaan Mataram Islam.
Gulungan Wayang Beber yang Masih Bertahan
Saat ini, hanya ada dua perangkat wayang beber yang masih terselamatkan. Satu di daerah Pacitan dan satu lagi di Gunung Kidul. Gulungan yang ada di Pacitan mengisahkan lakon Jaka Kembang Kuning, sedangkan gulungan Gunung Kidul mengisahkan Remeng Mangunjaya. Keduanya merupakan bagian dari cerita Panji yang berusia antara 350 sampai 400 tahun.
Bahkan konon, gulungan yang ada di Pacitan merupakan peninggalan sejak jaman Majapahit.
Kedua perangkat tersebut tadinya merupakan milik Keraton Surakarta. Namun antara 1740-1743 terjadi Geger Pecinan yang membuat benda-benda pusaka harus diselamatkan ke Ponorogo, Jawa Timur. Termasuk diantara pusaka yang diselamatkan adalah seperangkat wayang beber berlakon Jaka Kembang Kuning. Sedangkan perangkat berlakon Remeng Mangunjaya dibawa oleh Pangeran Kajoran, yang lantas diselamatkan oleh Ki Cremoguno.
Sampai sekarang, fungsi wayang beber tidak berubah. Masih merupakan sarana ritual. Masyarakat setempat menganggap kedua perangkat yang masih tersisa ini sebagai benda sakral dan hanya boleh dipertunjukkan pada saat-saat tertentu.
Sebagai warisan budaya, memang penting bagi kita untuk melestarikan wayang ini. Tetapi prosesnya tidak gampang. Hanya keturunan dalang asli yang boleh menjadi dalang, sehingga proses regenerasi menjadi sulit. Masyarakat umum tidak dapat ikut belajar.
Selain itu, pertunjukan wayang beber cenderung penuh simbol dan bermakna mendalam, namun kurang menghibur. Sehingga minat masyarakat pun tidak begitu besar, meski tetap dianggap sebagai sesuatu yang sakral.
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :