Serat Wulangreh menuturkan pula seputar kedewasaan seseorang, tentang bagaimana bersikap sesuai umur kita. Berpikir dan bersikap dewasa dalam ajaran kejawen ini, sesungguhnya seperti apa?
Memaknai Kedewasaan
Yen dadi nom
Den weruh ing enomipun
Dene ingkang tuwa
Den kaya banyu ing beji
Den awening paningale aja samar
Artinya:
Jika jadi yang muda
Sadarilah bahwa dirinya berkedudukan muda
Sedangkan bagi yang tua
Bersikaplah bagaikan air di sumber air
Beningkan hatinya jangan sampai ragu-ragu
(Serat Wulangreh, pupuh Pucung bait ke-16)
Kedewasaan itu bukan perkara umur. Saat orang berpikir bahwa orang dewasa adalah orang yang sudah mencapai umur tertentu, maka pemikiran tersebut tidak sepenuhnya benar. Sebagian besar orang yang memiliki cukup umur untuk dikatakan dewasa, juga memiliki kedewasaan yang berbanding lurus dengan umur mereka. Namun, tidak sedikit pula orang yang sudah mencapai tingkat umur tertentu belum bisa dikatakan dewasa.
Mengapa? Karena sesungguhnya kedewasaan itu merupakan sikap. Orang yang mungkin sudah mencapai umur tertentu tetapi bertingkah laku tak pada tempatnya misalnya, hingga orang lain menilainya tidak dewasa, hal tersebut bisa saja terjadi. Pengalaman yang akan membentuk pribadi dan kedewasaan seseorang. Entah itu pengalaman yang baik ataupun pengalaman yang buruk akan memberikan andil tersendiri untuk membentuk kedewasaan seseorang.
Bersikap dewasa adalah masalah kemauan. Kita bisa terus bersikap kekanak-kanakan saat kita seharusnya bersikap dewasa. Namun esok harinya kita bisa belajar untuk merubah sikap kita untuk menjadi lebih dewasa. Masalah sikap dan kedewasaan ini sebenarnya memanglah hal yang bisa dipelajari oleh semua orang, hanya seberapa besar kita mau untuk belajar mengubahnya dan mempelajarinya.
Bersikap dewasa bukan berarti mengubah kepribadian seseorang tetapi lebih kepada bagaimana ia bersikap dan bertindak sesuai dengan peran yang diharapkan darinya. Hal sangat sulit tentunya bila kamu bisa tiba-tiba merubah kepribadian kita dalam sekejap. Namun, kamu bisa mempelajari secara bertahap bagaimana harus bersikap dan bertindak sesuai porsinya bukan? Menjadi pribadi yang dewasa bukanlah mengenai segala-galanya, namun dengan menjadi dewasa, kita akan lebih mudah dan lebih baik dalam menyikapi hidup yang kita jalani.
Dalam serat ini diungkapkan bahwa bersikaplah sesuai dengan usia, saat masa muda nikmatilah masa mudamu dan ketika bertambah umur, maka segeralah bersikap sesuai dengan usia pula. Orang tua diharapkan memiliki sifat-sifat seperti air.
Menurut sifat-sifatnya, air akan selalu mencari keseimbangan untuk tetap tenang. Air akan selalu berusaha untuk tetap tenang, air tidak akan beriak jika tidak ada sesuatu yang mengusiknya. Air akan selalu berusaha untuk tetap tenang. Sifat ini sepatutnya kita tiru dan kita terapkan dalam kehidupan kita.
Sebagai manusia yang memiliki akal dan pikiran, kita sudah pasti dapat berpikir berkali-kali sebelum melakukan sebuah tindakan. Seperti air, yang jika terusik akan beriak namun akhirnya akan menuju sebuah ketenangan, kita hendaknya bersikap reaktif yang menuju sebuah ketenangan.
Jika terusik oleh sesuatu hal di lingkungan kita, meskipun kita bereaksi terhadap gangguan tersebut, sebaiknya kita juga memikirkan cara mengatasinya yang menghasilkan sebuah ketenangan pada akhirnya. Bukan malah sebaliknya, semakin beriak dan bergelombang semakin menjadi yang pada akhirnya hanya akan menghasilkan kehancuran. Berusahalah untuk tetap tenang seperti air dalam menghadapi masalah yang datang.
Tentunya banyak hal rumit di dunia ini yang kita hadapi hanya karena kita tidak menyikapinya secara dewasa. Ada banyak masalah yang timbul karena kita tidak bersikap dewasa, ada banyak masalah yang berlarut-larut karena tidak disikapi dengan dewasa.
Ing sabarang
Prakara dipun kadulu
Wiwitan wekasan
Bener lan lupute kesthi
Ana becik wekasane dadi ala
Artinya:
Atas segala
Masalah perhatikanlah
Awal dan akhirnya
Benar dan salahnya pahami terlebih dahulu
Karena ada hal yang baik namun akhirnya menjadi tidak baik
(Pupuh Pucung, 21)
Rahasia hidup ini memang sulit untuk dipahami, maka mulailah sebuah perjalanan dengan tujuan akhirnya. Mulailah dengan tujuan akhir, sebab tanpa tujuan akhir yang jelas akan membuat kita merasa hampa walaupun telah mencapai kesuksesan. Misalnya, jika kita akan membuat rumah, maka diperlukan cetak biru agar pembangunannya bisa segera dilakukan. Sama halnya dengan tujuan hidup, tanpa pernah diciptakan atau digambarkan di pikiran kita, maka kita tidak akan pernah mengambil tindakan untuk memulai, apalagi meraih tujuan itu.
Jika seseorang memiliki tujuan akhir dalam hidup, juga tidak mampu memvisualisasikan apa yang diinginkan dalam hidup, secara tidak langsung akan memberi izin kepada orang lain atau lingkungan untuk mengatur hidupnya. Orang lain akan memberi mereka kuasa untuk menentukan apa saja yang nanti akan diperolehnya. Orang lainlah yang menjadi sutradara atas hidupnya. Ia hanya akan menjadi aktor yang dibayar murah untuk peran-peran yang dibencinya tanpa mampu mengubah skenario tersebut. Padahal ini film tentang kehidupannya.
Jika kita mampu membuat gambaran yang jelas dalam pikiran tentang tujuan hidup kita, kitalah sang sutradara untuk diri kita sendiri. Kita mampu mengatur peran-peran yang kita inginkan dan kita mainkan sendiri. Kitalah yang memegang kendali atas kehidupan kita. Memulai segala sesuatu dengan tujuan akhir, berarti memulai setiap hari, tugas atau pekerjaan apapun dengan gambaran visi dan tujuan yang jelas di benak, lalu lanjutkan dengan tindakan nyata dalam bentuk aktivitas.
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :