Tembang Pucung adalah salah satu dari dua belas Tembang Macapat. Disebut juga dengan istilah pocung, tembang ini terbilang sederhana. Bahkan memuat tebakan yang menarik di dalamnya.
Apa Itu Tembang Pucung?
.
Bapak pucung, dudu watu dudu gunung (Bapak Pucung, bukan batu bukan gunung)
Dawa kaya ula (Panjang seperti ular)
Pencokanmu wesi miring (Jalanmu di besi miring)
Yen lumampah, Si Pucung ngumbar suwara (Kalau berjalan, Si Pucung banyak berbunyi)
.
Bait diatas merupakan salah satu contoh tembang pucung yang mengandung tebakan. Adapun jawaban dari tebakan tersebut adalah kereta api, atau yang disebut sepur dalam Bahasa Jawa. Kereta api berbentuk panjang seperti ular, berjalan di atas besi dan berbunyi nyaring.
Sebenarnya, Pucung merupakan tembang yang mengingatkan akan kematian. Karena dekat dengan kata ‘pocong’ atau pembungkusan mayat. Tetapi selain itu, pucung juga berarti buah-buahan yang menyegarkan. Sedangkan akhiran ‘-cung’ cenderung mengingatkan pada kuncung yang lucu, sehingga dalam perkembangannya tembang ini banyak merujuk pada hal-hal lucu dan tebakan tradisional.
Tembang Pocung berwatak kendur tanpa klimaks. Penulisannya tidak asal, melainkan harus patuh pada aturan-aturan berikut:
- Aturan pertama, Guru Gatra berjumlah 4. Artinya, tembang pocung harus memiliki empat baris dalam setiap bait
- Aturan kedua, Guru Wilangan berangka 12, 6, 8 dan 12. Artinya, setiap bait kalimat atau baris pertama harus berjumlah 12 suku kata. Baris kedua 6 suku kata, baris ketiga 8 suku kata dan baris keempat 12 suku kata.
- Aturan ketiga, Guru Lagu berbunyi u, a, i, a. Artinya, suku kata terakhir di baris pertama harus berbunyi u. Suku kata terakhir baris kedua berbunyi a. Suku kata terakhir baris ketiga berbunyi i dan suku kata terakhir baris keempat berbunyi a.
Contoh Tembang Macapat Pucung
Berikut adalah beberapa contoh Tembang Pucung yang berupa tebakan, sekaligus jawabannya:
.
Bapak Pucung, cangkeme madhep mandhuwur (Bapak Pucung, mulutnya menghadap ke atas)
Sabamu ing sendhang (Kesukaanmu pergi ke sumber air)
Pencoanmu lambung kering (Tungganganmu perut sebelah kiri)
Prapteng wisma, Si Pucung mutah guwaya (Sampai di rumah, Si Pucung memuntahkan air)
Jawaban: Klenthing (gerabah yang dipakai untuk mengambil air)
.
Bapak Pucung, dudu watu dudu gunung (Bapak Pucung, bukan batu bukan gunung)
Sangkamu ing sabrang (Asalmu dari tanah seberang)
Ngon-ingone sang Bupati (Piaraan sang Bupati)
Yen lumampah, Si Pucung lembehan grana (Kalau berjalan, Si Pucung berlenggang hidung).
Jawaban: Gajah
.
Bapak Pucung, amung sirah lawan gembung (Bapak Pucung, hanya kepala dan perut)
Padha dikunjara (Semua dipenjara)
Mati sajroning ngaurip (Mati dalam hidup)
Mijil baka, Si Pucung dadi dahana (Bila saatnya, Si Pucung menjadi api)
Jawaban: Penthol Korek (Korek Api)
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :