Pembagian Tiga Jaman Agung menurut Prabu Jayabaya

Pada masa Prabu Jayabaya bertahta di Kediri, dia didatangi seorang pendeta dari Negeri Rum bernama Maulana Alim Syamsu Az Zain yang sangat mulia. Pendeta ini menguasai segala macam pengetahuan, sangat pandai dalam beragam jenis ilmu, terkenal sebagai ahli ramal. Ramalannya jelas, tepat, mengena, sudah tahu sebelum kejadian, dan kerap menjadi nyata.

Prabu Jayabaya sangat tertarik hingga memohon belas kasih dan berkah kepada sang pendeta. Prabu Jayabaya pun tanpa sungkan berguru kepadanya tentang makna ilmu yang tinggi, pembuka kegaiban Hyang Widhi, rahasia Hyang Agung, rahasia cipta, serta sasmita yang semuanya sudah dijabarkan dalam Kitab Musarar, yakni memuat tentang jangka (ramalan) yang akan terjadi.

Demikianlah, hati Prabu Jayabaya akhirnya bersinar terang, semua ajaran bisa ia terima tanpa ada yang tercecer. Semuanya terserap dalam hati sanubarinya secara sempurna. Setelah menerima anugerah cipta sasmita, Prabu Jayabaya pun berkehendak untuk menggubah jangka tanah Jawa yang akan terjadi nantinya.

Dimulai ketika tanah Jawa diisi oleh orang dari Rum sampai datangnya hari akhir, yakni hari kiamat besar saat semuanya berakhir, selesai segala kejadian.

Pada dasarnya dunia ini dibagi dalam tiga jaman agung.

Jaman pertama disebut Jaman Kaliswara, yaitu jaman penciptaan suara yang sesungguhnya. Lamanya adalah 700 tahun matahari atau 721 tahun bulan. Pada jaman itu, banyak suara yang aneh-aneh. Sering terdengar guntur, kegaduhan ketakutan, kegelapan, gemuruh, dan halilintar. Oleh karena itu banyak orang berjiwa luhur yang tekun bertapa demi tujuan kemuliaan. Banyak juga dewa yang menjelma tanpa sarana. Para dewa itu turun ke bumi, masuk ke dalam dunia manusia hingga menjadi raja, atau terkadang menjadi brahmana. Mereka turun menjadi manusia demi tujuan untuk menyelamatkan semua orang.

Jaman kedua adalah Jaman Madya, yang disebut dengan kaliyoga. Artinya adalah munculnya tumbuh-tumbuhan. Lamanya adalah 700 tahun matahari atau 721 tahun bulan. Pada jaman ini sering terjadi perubahan alam, bumi terbelah, kadang ada tanah yang terbelah-belah hingga menjadi pulau. Pada jaman ini banyak manusia luhur yang meninggal dunia, lalu menitis, menjelma ke dalam dunia manusia.

Jaman yang ketiga disebut Jaman Kalisangaran, artinya adalah derasnya air. Lamanya 700 tahun matahari atau 721 tahun bulan. Pada jaman ini tanah Jawa banyak terjadi hujan lebat, suara gaduh, dan musim yang tidak sesuai hingga mendatangkan banjir besar, aliran sungai beralih, pertanda berkah bumi berkurang. Biasanya ini kian menambah kesenangan semua orang, manusia menjadi sedikit rasa menerimanya, akan mencari pengetahuan sampai mati, dan mempertahankan pengetahuannya sendiri sebagai pedoman.

Setiap jaman dari ketiga jaman itu masih dibagi-bagi lagi menjadi tujuh, yang disebut sebagai Sapta Manggala, artinya adalah tujuh jaman kecil. Gerak-gerik pulau Jawa sudah ditetapkan. Setiap jaman ditentukan oleh perhitungan tahun surya (matahari), masing-masing berlangsung kurang lebih seratus tahun.

Masa pergantian kejadian dalam masa seratus tahun itu masing-masing terjadi tiga kali, yang disebut dengan mangsakala atau disebut jalan mangsa ngayah-ngayah (melakukan banyak pekerjaan dalam waktu sama). Satu tahapan kejadian terjadi selama 33 atau 34 tahun.

Demikianlah pembagian jaman yang dilakukan Prabu Jayabaya, untuk menjelaskan perjalanan kehidupan manusia dan seisinya di tanah Jawa ini, baik yang sudah terjadi atau yang akan datang.

Diambil dari: Serat Centhini Jilid 4, Bab VI: Jangka Jayabaya  


Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :

Atau Hubungi Admin Mas Wahyu dibawah ini :