Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa. Mata airnya bersumber dari simpanan air Gunung Arjuna. Lalu mengalir hingga Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang dan Mojokerto.
Konon, di Sungai Brantas ini hiduplah kawanan buaya putih yang kerap meminta korban manusia.
Mitos Sungai Brantas
Bagi masyarakat Jawa Timur, Brantas memiliki peranan besar. Tak kurang dari 60% produksi padi daerah tersebut berasal dari area persawahan yang berada di aliran sungai ini. Dulu, sungai ini bahkan bisa dilayari. Tetapi pendangkalan dan penyusutan debit air mengalihkan fungsi Sungai Brantas menjadi sumber irigasi dan air minum.
Ada beberapa mitos dan cerita rakyat yang berkembang seputar Kali Brantas. Konon, pada masa Kerajaan Kahuripan, Prabu Airlangga mengutus Empu Baradha ke Bali. Ketika itu sang prabu berniat untuk membagi dua wilayah kerajaannya, sebelum mundur dan menjadi pertapa.
Diceritakan bahwa Empu Baradha terbang sambil membawa kendi (teko yang terbuat dari tanah liat). Di angkasa, ia menumpahkan isi air kendi tersebut sambil terbang melintas persis di titik tengah wilayah Kahuripan.
Secara ajaib, bagian tanah yang terkena tumpahan air kendi kemudian berubah menjadi sungai. Aliran airnya semakin besar dan deras. Sungai itulah yang kemudian disebut Sungai Brantas.
Kerajaan Kahuripan pun terbagi dua dengan mudah, dengan batas aliran kali brantas. Masing-masing bagian diserahkan kepada kedua anak Prabu Airlangga, yaitu Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
Bagian timur sungai yang diserahkan kepada Mapanji Garasakan nantinya dikenal sebagai Kerajaan Jenggala. Sedangkan bagian barat sungai yang dikuasai Sri Samarawijaya dinamai Kerajaan Panjalu (Kediri).
Namun tentu saja mitos ini tidak dapat dibuktikan secara historis. Mengingat Prabu Airlangga tercatat memerintah antara tahun 1009-1042 Masehi. Sementara di daerah aliran kali brantas sebelumnya telah berdiri Kerajaan Kanjuruhan. Hal ini dibuktikan oleh isi Prasasti Dinoyo, yang berangka tahun 760 Masehi.
Misteri Buaya Putih di Sungai Brantas
Tentang keberadaan buaya putih di Kali Brantas, sebenarnya sudah dituturkan dari jaman ke jaman sejak masa Kediri hingga sekarang. Namun misterinya masih saja tidak terpecahkan. Sungai yang sudah dijadikan jalur lalu lintas sejak jaman Empu Sindok (Mataram Hindu) tersebut konon dihuni oleh buaya putih yang selalu meminta korban.
Cukup sering orang tenggelam disana karena kalap secara tiba-tiba. Bahkan pada sekitar tahun 1836-1876, catatan Belanda pun menuliskan tentang hal ini. Kira-kira pada masa awal pembangunan jembatan lama Kediri.
Tidak hanya di sekitar jembatan lama Kediri, buaya putih juga kabarnya muncul di Badug Seketi, Kecamatan Kras.
Mitos Lain Sungai Brantas
Mitos lain terkait batas wilayah Jenggala-Kediri mengatakan, bahwa bila ada pemimpin atau tokoh masyarakat yang menyeberangi Sungai Brantas, maka ia akan kalah. Lama kelamaan, mitos ini berkembang semakin besar. Bahkan seorang presiden pun, bila menyeberangi Sungai Brantas, diyakini akan kalah dalam pertarungan politik dan lengser dari kursi kepemimpinannya.
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :