Babad Tanah Jawi lumrah dianggap sebagai sumber utama sejarah tanah Jawa. Tetapi benarkah isi kitab ini dapat ditelan mentah-mentah? Mengapa peneliti sejarah cenderung menggunakannya sebagai acuan yang bersifat kritis?
Kitab Babad Tanah Jawi
Buku Babad Tanah Jawi (atau Babad Tanah Jawa) sudah ibarat kitab suci bagi mereka yang ingin mengenali sejarah dan budaya Jawa. Mulai dari asal usul hingga awal mula sejarah dituangkan sedemikian rupa. Termasuk tokoh, kisah dan rangkaian informasi yang tidak disampaikan dalam kitab-kitab lain.
Tetapi Babad Tanah Jawa juga memiliki kontroversinya sendiri. Tentu buku ini tetap digunakan, tetapi tidak lantas dapat ditelan bulat-bulat. Terutama karena isinya banyak tercampur dengan mitos dan hal lain-lain yang secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Contohnya saja, Babad Tanah Jawa menerangkan cikal bakal tahta Mataram, dengan mencantolkannya hingga Nabi Adam dan nabi-nabi yang lain sebagai nenek moyang para raja tanah Jawa.
Tidak heran bila orang kemudian menganggap bahwa isi Babad Tanah Jawi sebenarnya telah dioprek oleh penjajah. Paska kerugian besar yang Belanda derita usai Perang Diponegoro, bukan tidak mungkin mereka sengaja menerbitkan buku ini. Apalagi, masyarakat Jawa memang cenderung menyukai hal-hal yang bersifat legenda dan seni budaya. Lalu dalam isinya, beberapa hal sengaja dituliskan untuk memecah belah kesatuan masyarakat pribumi kala itu.
Mungkinkah?
Mengenal Isi Babad Tanah Jawi
Antara lain, Babad Tanah Jawa memuat silsilah raja-raja Pajajaran. Lalu berurutan hingga Majapahit, Demak dan Pajang. Kemudian Mataram hingga pertengahan abad kedelapan belas ketika buku ini dimunculkan.
Babad Tanah Jawa telah dipakai sebagai salah satu babon rekonstruksi sejarah, tetapi karena kentalnya mitos dan pengkultusan dalam buku tersebut, para ahli menggunakannya dengan pendekatan kritis. Bagian-bagian yang tidak dapat dinalar menurut ilmu pengetahuan kemudian ditelusuri sumber dan makna sebenarnya.
Beragam Versi Babad Tanah Jawi
Babad Tanah Jawi dapat dipilah menjadi dua versi. Versi pertama adalah yang ditulis Carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwana III. Kemudian diedarkan untuk kalangan umum pada tahun 1788.
Sedangkan versi kedua adalah terbitan Adilangu II dengan naskah paling tua tertanggal tahun 1722. Bedanya, versi pertama hanya menceritakan riwayat Mataram secara ringkas. Sedangkan versi kedua menyertakan kisah panjang lebar.
Ada masanya ketika Babad Tanah Jawa menyedot perhatian ahli sejarah. Termasuk HJ de Graaf, yang meyakini bahwa isi Babad Tanah Jawa dapat dijadikan acuan sejarah, tetapi hanya untuk rentang tahun 1600 hingga kisaran abad kedelapan belas. Termasuk peristiwa berangka tahun 1580 yang mengisahkan jaman Pajang. Sedangkan sisanya terlalu banyak bercampur mitologi, kosmologi dan bahkan dongeng.
Tidak hanya Graaf, Meinsma juga merupakan peminat Babad Tanah Jawa. Dengan didasarkan pada tulisan Carik Braja, ia menerbitkan prosa yang dikerjakan oleh Kertapraja (1874). Terbitan Meinsma inilah yang banyak beredar hingga sekarang.
Menjelang masa Perang Dunia II, Babad Tanah Jawa kembali diterbitkan oleh Balai Pustaka dalam bentuk aslinya, yang berupa tembang dan tulisan Jawa.
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :