Asta Brata merupakan salah satu ajaran kepemimpinan paling terkenal. Ajaran ini kerap dituturkan lewat pertunjukan wayang kulit, misalnya dalam lakon Wahyu Makutha Rama.
Ajaran Kepemimpinan Asta Brata
Selain dituturkan lewat lelakon wayang, Asta Brata juga dapat ditemukan dalam Kakawin Ramayana yang digubah Mpu Walmiki. Dalam kakawin tersebut, Asta Brata dibeberkan oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibisana. Tepatnya ketika Gunawan Wibisana hendak menggantikan Rahwana sebagai raja.
Ajaran ini memuat delapan unsur kepemimpinan, yang masing-masing diambil dari sifat-sifat alam semesta. Antara lain air (Tirta), bintang (Kartika), matahari (Surya), rembulan (Candra), angin (Samirana), bumi (Kisma), laut (Baruna) dan api (Agni).
Berdasarkan Serat Rama tulisan Pujangga Yasadipura, delapan ajaran ini digambarkan melalui delapan sifat dewa atau bathara yang menguasai kedelapan unsur alam, yakni Dewa Indra, Dewa Yama, Dewa Surya, Dewa Candra, Dewa Bayu, Dewa Kuwera, Dewa Baruna dan Dewa Brama.
Ajaran Pertama – Laku Hambeging Indra
Seorang pemimpin hendaknya meneladani sifat Bathara Indra sebagai penguasa air/ hujan. Mampu memberi kesuburan, kemakmuran, adil dan mampu membersihkan dari segala sesuatu yang kotor.
Ia juga mampu menempatkan diri dimanapun ia berada, serta beradaptasi dengan lingkungannya. Merendah, mengisi setiap celah. Seperti air yang bentuknya akan selalu mengikuti dalam wadah apapun ia ditempatkan.
Ajaran Kedua – Laku Hambeging Yama
Dewa Yama disebut juga sebagai Bathara Yamadipati. Ia merupakan dewa pencabut nyawa yang bersifat tegas dalam menegakkan hukum. Tanpa pernah pandang bulu, mengalahkan siapa saja yang salah.
Pemimpin yang baik diharapkan mampu menegakkan hukum secara tegas. Serta mampu memberikan petunjuk arah selayaknya bintang yang tidak pernah bergeser.
Ajaran Ketiga – Laku Hambeging Surya
Sifat matahari (surya) merupakan sifat yang hendaknya dimiliki seorang pemimpin. Ia mampu menerangi alam semesta, dan rela memberi tanpa mengharap kembali. Bathara Surya bersifat welas asih, selalu memberikan energi suryanya sebagai sumber kehidupan bagi semua makhluk. Selalu melaksanakan tugas secara tuntas, terbit di timur dan terbenam di barat tanpa pernah terlambat.
Ajaran Keempat – Laku Hambeging Candra
Ajaran ini merupakan cara memimpin dengan keteduhan, layaknya cahaya rembulan (candra). Ia menerangi, tetapi tidak panas dan penuh kesejukan. Rembulan juga sekaligus merupakan perlambang cinta. Sebagaimana pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya dalam kedamaian.
Ajaran Kelima – Laku Hambeging Maruta
Seorang pemimpin baiknya mampu meniru sifat angin (maruta). Berhembus dan menelusup masuk ke dalam ruang yang paling kecil sekalipun. Angin tak nampak wujudnya, tetapi selalu dirasakan kehadirannya. Meski seorang pemimpin tidak selalu dapat hadir secara fisik, tetapi rakyatnya dapat merasakan kebijaksanaan si pemimpin tersebut.
Ajaran Keenam – Laku Hambeging Bumi
Sifat bumi juga selayaknya dimiliki pemimpin yang baik. Ia mampu menjadi pijakan, mampu memberi kehidupan. Bumi atau tanah juga bersifat kuat dan murah hati. Selalu memberikan hasil bagi mereka yang mau mengolahnya dengan tekun.
Bumi tidak pernah marah, sekalipun ia diludahi dan dikencingi.
Ajaran Ketujuh – Laku Hambeging Baruna
Arti kata baruna adalah samudera. Maknanya, seorang pemimpin diharapkan memiliki wawasan yang luas, serta mampu menampung pengetahuan dari segala penjuru. Seorang pemimpin diharapkan berpandangan terbuka serta dapat menampung semua aspirasi rakyat tanpa pilih kasih.
Ajaran Kedelapan – Laku Hambeging Agni
Sifat api (agni) dalam hal ini bermakna semangat. Sekaligus bermakna menerangi dalam kegelapan. Pemimpin yang baik selayaknya memiliki wibawa, mampu menegakkan kebenaran dan keadilan secara tegas dan tuntas.
Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :