Warok dan Gemblak Dalam Kesenian Reog Ponorogo

Ternyata, Reog Ponorogo menyimpan cerita. Dari kesenian khas Jawa Timur ini kita mengenal istilah warok dan gemblak. Ibarat seorang tuan dan pelayan yang dipeliharanya.


Asal Usul Reog Ponorogo

Sejarah reog sendiri berawal dari sekitar abad kelima belas. Adalah Ki Ageng Kutu, yang menciptakan kesenian ini sebagai suatu bentuk protes terhadap penguasa Majapahit ketika itu.

Belakangan ketika Ki Ageng Kutu dikalahkan oleh Bathara Katong, bekas-bekas muridnya kemudian menyerah dan diangkat sebagai manggala negeri. Mereka diberi tugas untuk mempertahankan Ponorogo. Para bekas murid Ki Ageng Kutu inilah, yang kemudian disebut sebagai warok.

Istilah warok sendiri berasal dari kata ‘wewarah’, yang dalam Bahasa Jawa bermakna mampu memberi tuntunan hidup. Warok dikenal memiliki sifat ksatria, berbudi luhur, bertanggung jawab, rela berkorban, bekerja keras, serta adil dan tegas. Mereka juga dikenal sakti mandraguna.

Tetapi untuk menjadi warok pengorbanannya tidak gampang. Mereka yang menggawangi kesenian Reog Ponorogo ini konon harus berpuasa perempuan. Bahkan bila punya istri tidak boleh digauli. Kalau melanggar, ilmunya bisa luntur. Karena itulah mereka menuntaskan hasrat kepada bocah lelaki tampan yang kemudian disebut sebagai gemblak.

Umumnya gemblak berumur antara 12-15 tahun dan berparas tampan terawat. Para gemblak ini dipelihara dan dihidupi. Karena itulah orang tua jaman dulu mau saja menyerahkan anaknya untuk dibawa oleh warok. Hitung-hitung, mereka tidak perlu menanggung biaya hidup si anak ini.

Jadi pernah ada masanya, dimana memelihara bocah lelaki itu dianggap wajar. Bahkan kadang para warok sampai beradu kesaktian untuk memperebutkan si gemblak idaman. Tak pelak, kadang pun para gemblak ini dipinjamkan di antara sesama warok.

Seiring dengan berjalannya waktu, tradisi ini pun lenyap dan menghilang. Penyebabnya adalah karena profesi warok kini tidak lagi menghasilkan. Sementara biaya yang harus dikeluarkan untuk memelihara seorang gemblak tentu tidak sedikit.

Bukan hanya biaya hidupnya, tetapi juga biaya sekolah dan keperluan makan serta tempat tinggal. Di samping itu untuk mendapatkan seorang gemblak, setiap tahun seekor sapi perlu diserahkan sebagai hadiah.

Maka perlahan tidak ada lagi yang mampu memelihara gemblak. Apalagi jaman sekarang, praktek yang demikian sudah pasti tidak akan diterima oleh masyarakat.


Konsultasi Seputar Hal Spiritual, Pelarisan dan Pengasihan, Dengan Ibu Dewi Sundari langsung dibawah ini :

Atau Hubungi Admin Mas Wahyu dibawah ini :